Khutbah kali ini ada kisah-kisah menarik dari sahabiyah Anshar Ummu Sulaim, yang nama lainnya adalah Rumaysho. Semoga kita bisa memetik pelajaran tentang keimanan, kesabaran, dan akhlak yang mulia. Khutbah Pertama الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah … Mengawali khutbah pada siang hari yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita semua terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan. Shalawat dan salam semoga tercurah pada Nabi akhir zaman, suri tauladan kita, Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Murid-murid Nabi kita dari kalangan sahabat adalah orang-orang mulia dan akhlaknya patut dicontoh. Di antara mereka ada sahabat dari kalangan Anshar yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam katakan, آيَةُ الإِيْمَانِ حُبُّ الأنْصَارِ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأنْصَارِ “Di antara tanda iman adalah mencintai kaum Anshar. Di antara tanda kemunafikan adalah membenci Anshar.” HR. Bukhari, no. 16 Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan kita agar berbicara tentang kebaikan mereka, tidak boleh menjelekkan dan mencela mereka. Dalam hadits disebutkan, لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى ، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ “Janganlah kalian mencela sahabatku. Seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, maka itu tidak bisa menandingi satu mud infak sahabat, bahkan tidak pula separuhnya.” HR. Bukhari, no. 3673 dan Muslim, no. 2540. Baca juga Tak Boleh Mencela Sahabat Nabi Pada kesempatan Jumat kali ini, ada satu sahabat wanita dari kalangan Anshar yang berasal dari suku Khazraj yang mesti kita gali pelajaran dari beliau. Ia adalah Ummu Sulaim. Ada yang menyebut Ummu Sulaim memiliki nama Ghumaisha’. Ada juga yang menyebutnya dengan Rumaysho, Sahlah, Anifah, atau Rumaitsah. Ia adalah putri dari Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Aamir bin Ghanam bin Adi bin An-Najar. Rumaysho ini adalah ibu dari Anas bin Malik, pelayan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Rumaysho awalnya menikah dengan Malik yang kafir. Ia menuntun putranya Anas untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia menuntun putranya, ucapkanlah “LAA ILAHA ILLALLAH, ASY-HADU ANNA MUHAMMADAR ROSULULLAH.” Anas pun mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Setelah Anas masuk Islam, Malik berkata kepada Ummu Sulaim, لاَ تُفْسِدِي عَلي ابْنِي . فَتَقُوْلُ إِنِّي لاَ أُفْسِدُهُ . “Kamu jangan merusak anakku.” Ummu Sulaim menjawab, “Aku tidaklah merusaknya.” Baca juga Keutamaan Kalimat LAA ILAHA ILLALLAH Malik kemudian pergi. Lantas Malik bertemu musuhnya, lalu ia dibunuh oleh musuhnya. Ummu Sulaim tidaklah menikah sampai Anas sendiri yang menyarankan ibunya menikah. Kemudian Ummu Sulaim dilamar lalu menikah dengan Abu Thalhah Zaid bin Sahl Al-Anshari. Lalu putranya dari pernikahan tersebut adalah Abu Umair dan Abdullah. Ummu Sulaim pernah mengikuti perang Hunain dan Uhud. Ia adalah di antara wanita-wanita istimewa. Rumaysho Ummu Sulaim adalah di antara sahabat yang mulia, dikenal dengan akhlaknya yang luar biasa dan bagaimanakah kesabarannya yang sulit ditemukan di zaman ini. Baca juga Jihad dengan Ilmu vs Senjata Kisah pertama dari Rumaysho Ummu Sulaim Anas mengatakan bahwa Abu Thalhah melamar Ummu Sulaim sebelum Abu Thalhah masuk Islam. Ummu Sulaim berkata, “Saya tertarik kepadamu dan semisalmu juga mendatangiku. Sayangnya, kamu itu laki-laki kafir. Saya adalah wanita Muslimah. Jika kamu masuk Islam, itu sudah cukup menjadi maharku, aku tidak meminta mahar yang lainnya lagi.” Lantas Abu Thalhah masuk Islam dan menikahi Ummu Sulaim. Lihat Tahdzib Hilyah Al-Auliya’ wa Thabaqaat Al-Ashfihaa’ karya Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ash-fahani, hlm. 279. Pelajarannya Jadilah orang yang memiliki pendirian kokoh. Jangan sampai mau korbankan agama hanya karena ada pria atau wanita yang tertarik menikah. Baca juga Jadilah Wanita Seperti Ummu Sulaim, Jangan Sampai Korbankan Agama Karena Pria Kisah kedua dari Rumaysho Ummu Sulaim Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu menceritakan Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan lapar, lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau shallallahu alaihi wa sallam. Para istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali air”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshar berseru, “Saya.” Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, dan ia berkata, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali jatah makanan untuk anak-anak.” Orang Anshar itu berkata, “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Malam ini Allah tertawa atau takjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah menurunkan ayat, وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ “Dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” QS. Al-Hasyr 9. HR Bukhari, no. 3798. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan nama orang Anshar yang melayani tamu tersebut adalah Abu Thalhah radhiyallahu anhu. Istri Abu Thalhah adalah Ummu Sulaim radhiyallahu anha. Pelajarannya Milikilah sifat mulia itsar, yaitu mendahulukan orang lain daripada diri sendiri untuk urusan dunia, padahal diri kita sendiri butuh. Sifat itsar lebih dari sekadar berderma, tetapi lebih pada berkorban demi saudara dan begitu kuatkanya keyakinan akan janji Allah. Baca juga Berbagai Kisah Itsar Penuh Teladan Kisah ketiga dari Rumaysho Ummu Sulaim Dari Anas, ia berkata mengenai putera dari Abu Thalhah dari istrinya Ummu Sulaim. Ummu Sulaim berkata pada keluarganya, لاَ تُحَدِّثُوا أَبَا طَلْحَةَ بِابْنِهِ حَتَّى أَكُونَ أَنَا أُحَدِّثُهُ “Jangan beritahu Abu Thalhah tentang putranya, biar aku sendiri yang memberitahukan kepadanya.” Diceritakan bahwa ketika Abu Thalhah pulang, istrinya Ummu Sulaim kemudian menawarkan padanya makan malam. Suaminya pun menyantap dan meminumnya. Kemudian Ummu Sulaim berdandan cantik yang belum pernah ia berdandan secantik itu. Suaminya pun menyetubuhi Ummu Sulaim. Ketika Ummu Sulaim melihat suaminya telah puas dan telah menyetubuhi dirinya, ia pun berkata, يَا أَبَا طَلْحَةَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ قَوْمًا أَعَارُوا عَارِيَتَهُمْ أَهْلَ بَيْتٍ فَطَلَبُوا عَارِيَتَهُمْ أَلَهُمْ أَنْ يَمْنَعُوهُمْ قَالَ لاَ. قَالَتْ فَاحْتَسِبِ ابْنَكَ. “Bagaimana pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan sesuatu kepada salah satu keluarga, lalu mereka meminta pinjaman mereka lagi, apakah tidak dibolehkan untuk diambil?” Abu Thalhah menjawab, “Tidak.” Ummu Sulaim, “Bersabarlah dan berusahalah raih pahala karena kematian puteramu.” Abu Thalhah lalu marah kemudian berkata, “Engkau biarkan aku tidak mengetahui hal itu hinggga aku berlumuran janabah, lalu engkau kabari tentang kematian anakku?” Abu Thalhah pun bergegas ke tempat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mengabarkan apa yang terjadi pada beliau shallallahu alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun mendoakan, بَارَكَ اللَّهُ لَكُمَا فِى غَابِرِ لَيْلَتِكُمَا “Semoga Allah memberkahi kalian berdua dalam kebaikan pada malam yang telah berlalu dari kalian berdua.” Akhirnya, Ummu Sulaim pun hamil lagi. HR. Muslim, no. 2144. Pelajarannya Dari kisah ini, kita bisa melihat bagaimana kuatnya kesabaran Ummu Sulaim, sungguh ia begitu penyabar. Sampai-sampai ketika putranya meninggal dunia, ia bisa bersabar seperti itu. Ketika dapat musibah kala itu, ia tetap melayani suaminya seperti biasa, bahkan ia pun berdandan begitu istimewa demi memuaskan suaminya di ranjang. Tatkala suaminya puas, baru ia kabarkan tentang kematian putranya. Sungguh kesabaran yang luar biasa. Ingat pula bahwa doa berkah Nabi shallallahu alaihi wa sallam sungguh luar biasa. Ummu Sulaim setelah itu dikarunia tujuh anak yang kesemuanya telah menamatkan Al-Qur’an. Itulah hikmah di balik kesulitan ada kemudahan. Satu kesulitan tak mungkin mengalahkan dua kemudahan. Baca juga Kisah Rumaysho Ummu Sulaim yang Sangat Penyabar Dari Rumaysho Ummu Sulaim, kita dapat belajar Pentingnya mempertahankan iman, bukan mengejar dunia hingga meninggalkan agama. Milikilah sifat itsar, dahulukan saudara kita dalam urusan dunia, walau sebenarnya kita butuh. Kalau itsar itu dianjurkan, bersedekah dan berderma tentu dianjurkan pula. Kita harus bersabar dalam menghadapi ujian. Sabar secara bahasa berarti al-habsu yaitu menahan diri. Sedangkan secara syari, sabar adalah menahan diri dalam tiga perkara 1 ketaatan kepada Allah, 2 hal-hal yang diharamkan, 3 takdir Allah yang dirasa pahit. Baca juga Tiga Bentuk Sabar Semoga Allah menganugerahkan kepada kita keimanan, kesabaran, dan akhlak yang mulia dengan pandai berderma dan memberi. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Khutbah Kedua اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى اللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَمِنْ سَيِّئِ اْلأَسْقَامِ اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Referensi Tahdzib Hilyah Al-Auliya’ wa Thabaqaat Al-Ashfihaa’. Cetakan pertama, Tahun 1419 H. Shalih Ahmad Asy-Syami. Penerbit Maktahab Al-Islamy. – Disusun saat rewang di dekat Ponpes Darush Sholihin Jumat pagi, 19 Syawal 1443 H, 20 Mei 2022 Penulis Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Silakan unduh Khutbah Jumat “Belajar dari Rumaysho Ummu Sulaim Iman, Sabar, Akhlak Mulia”
KhutbahJumat : Mengambil Hikmah Dari Kisah Ibrahim Bin Adham Diposting oleh Unknown di 21.41. Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Cerita Inspiratif Penuh Hikmah Jangan Pernah Batal Cerita Inspiratif Hikmah Tentang Berbakti Kepada O Setelah Membandingkan Al Qur'an VS Injil, Annisa S
Khutbah I اَلْحَمْدُ للهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارْ، اَلْعَزِيْزِ الْغَفَّارْ، مُكَوِّرِ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارْ، تَذْكِرَةً لِأُولِى الْقُلُوْبِ وَالْأَبْصَارْ، وَتَبْصِرَةً لِّذَوِي الْأَلْبَابِ وَالْاِعْتِبَارْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِٰلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ الْمَلِكُ الْغَفَّارْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأٰلِهِ وَصَحْبِهِ الْأَطْهَارْ. أَمَّا بَعْدُ فَيَآأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ فِيْ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ ٱللّٰهِ ٱلرَّحْمٰنِ ٱلرَّحِيمِ إِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوا وَجَٰهَدُوا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أُولَٓئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللهِۚ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ Saudara-saudara Kaum Muslimin, jamaah shalat Jumat yang dirahmati Allah, Bulan Muharram adalah satu di antara bulan-bulan yang mulia al-asyhur al-hurum, yang diharamkan berperang di bulan ini. Ia dipandang bulan yang utama setelah bulan Ramadhan. Oleh karenanya, kita disunnahkan berpuasa terutama pada hari Asyura, yakni menurut pendapat mayoritas ulama, tanggal 10 Muharram. Di antara fadhilah bulan Muharram, adalah ia dipilih oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai momen pengampunan umat Islam dari dosa dan kesalahan. Keistimewaan bulan Muharram ini lebih lanjut karena dipilih sebagai awal tahun dalam kalender Islam. Untuk itu, marilah kita bersama-sama mengulas kembali sejarah tahun baru Hijriah, yakni sejarah penanggalan atau penetapan kalender Islam, yang diawali dengan 1 Muharram. Mengapa para sahabat memilih bulan Muharram sebagai awal penanggalan Islam? Dalam kitab Shahih al-Bukhari, pada kitab Manâqib al-Anshâr biografi orang-orang Anshar pada Bab Sejarah Memulai Penanggalan, disebutkan, عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ مَا عَدُّوْا مِنْ مَبْعَثِ النَّبِيِّ ﷺ وَلَا مِنْ وَفَاتِهِ مَا عَدُّوْا إِلَّا مِنْ مَقْدَمِهِ الْمَدِينَةَ “Dari Sahl bin Sa’d ia berkata mereka para sahabat tidak menghitung menjadikan penanggalan mulai dari masa terutusnya Nabi shallallahu alaihi wasallam dan tidak pula dari waktu wafatnya beliau, mereka menghitungnya mulai dari masa sampainya Nabi di Madinah”. Hal itu dilakukan meskipun tidak diketahui bulan kehadirannya itu, karena sejarah itu sebenarnya merupakan awal tahun. Sebagian sahabat berkata pada Umar, ”Mulailah penanggalan itu dengan masa kenabian”; sebagian berkata ”Mulailah penanggalan itu dengan waktu hijrahnya Nabi”. Umar berkata, ”Hijrah itu memisahkan antara yang hak kebenaran dan yang batil, oleh karena itu jadikanlah hijrah itu untuk menandai kalender awal tahun Hijriah”. Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh, Setelah para sahabat sepakat mengenai peristiwa hijrah dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, ada sebagian sahabat yang berpendapat bahwa untuk awal bulan Hijriyah itu ”Mulailah dengan bulan Ramadhan”, tetapi Umar radliyallahu 'anh berpendapat ”Mulailah dengan Muharram”, itu karena Muharram merupakan masa selesainya umat Islam dari menunaikan hajinya. Lalu disepakatilah tahun baru hijriah itu dimulai dengan bulan Muharram. Ibn Hajar dalam kitab Fath al-Bârî Syarah Kitab Shahîh al-Bukhârî mengatakan bahwa "Sebagian sahabat menghendaki awal tahun baru Islam itu dimulai dengan hijrahnya Nabi, itu sudah tepat. Ia melanjutkan, ada empat hal atau pendapat yang mungkin dapat dijadikan sebagai awal penanggalan Islam, yaitu masa kelahiran Nabi maulid al-Nabi, masa diutusnya Nabi, masa hijrahnya Nabi, dan masa wafatnya Nabi. Tetapi pendapat yang diunggulkan adalah menjadikan awal tahun baru itu dimulai dengan hijrah karena masa maulid dan masa kenabian itu keduanya tidaklah terlepas dari kontradiksi atau pertentangan pendapat dalam menentukan tahun. Adapun waktu wafatnya beliau itu, banyak tidak dikehendaki oleh para sahabat untuk dijadikan sebagai awal tahun, karena mengingat masa wafatnya Nabi justru menjadikan kesedihan bagi umat. Jadi kemudian pendapat dan pilihan itu jatuh pada peristiwa hijrah. Kemudian mengenai tidak dipilihnya bulan Rabiul Awal sebagai awal tahun tetapi justru dipilih bulan Muharram sebagai awal tahun karena awal komitmen berhijrah itu ada pada bulan Muharram, sehingga cocoklah hilal atau awal bulan Muharram itu dijadikan sebagai awal tahun baru Islam.” Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh, Menurut satu pendapat, ada banyak hikmah dipilihnya peristiwa hijrah sebagai penanda Kalender Islam, Tahun Baru Hijriah. Di antaranya adalah dengan peristiwa hijrah itu, umat Islam mengalami pergeseran dan peralihan status dari umat yang lemah kepada umat yang kuat; dari perceraiberaian atau perpecahan kepada kesatuan negara; dari siksaan yang dihadapi mereka dalam mempertahankan agama kepada dakwah dengan hikmah dan penyebaran agama; dari ketakutan disertai dengan kesukaran kepada kekuatan dan pertolongan yang menenteramkan; dan dari kesamaran kepada keterang-benderangan. Di samping itu, dengan adanya hijrah itu terjadi peristiwa sungguh penting antara lain, perang Badar, Uhud, Khandaq dan Perjanjian Hudaibiyah Shulh al-Hudaibiyah, dan setelah 8 delapan tahun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hijrah di Madinah, beliau kembali ke Makkah al-Mukarramah dengan membawa kemenangan yang dikenal dengan Fath Makkah. Itulah peristiwa-peristiwa yang penting kita ingat. Oleh karena itulah, Al-Quran menjadikan hijrah itu sebagai sebuah pertolongan. Al-Quran mengingatkan kita إِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُوْلُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَاۖ فَأَنْزَلَ اللهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلَٰىۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ “Jika kamu tidak menolongnya Muhammad, sesungguhnya Allah telah menolongnya yaitu ketika orang-orang kafir mengusirnya dari Mekah; sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, ketika itu dia berkata kepada sahabatnya ”Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya Muhammad dan membantu dengan bala tentara malaikat-malaikat yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah. Dan firman Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa Mahabijaksana” QS. Al-Taubah [9] 40. Allah pun telah memuji orang-orang yang berhijrah, dan Nabi shallallahu alaihi wasallam. setelah hari kemenangan Fath Makkah bersabda لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوْا مُتَّفّقٌ عَلَيْه. وَمَعْنَاهُلاَ هِجْرَةَ مِنْ مَكَّةَ لِأَنَّهَا صَارَتْ دَارَ إِسْلاَمٍ ”Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Makkah, akan tetapi jihad dan niat, dan jika kalian diminta untuk pergi berjihad maka pergilah” Muttafaq alaih dari jalur Aisyah radliyallahu anha Maknanya Tidak ada hijrah dari Makkah karena dia telah menjadi negeri Islam. Hijrahnya Rasul dari Makkah ke Madinah yang terjadi pada tahun 622 M., bukanlah sekadar peristiwa dalam sejarah Islam, tetapi banyak petuah dan pelajaran berharga bagi kita, yang terpenting di antaranya adalah bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika keluar dari Makkah berhijrah menuju Madinah itu tidaklah dalam keadaan membenci penduduk Makkah, justru beliau cinta kepada penduduk Makkah. Oleh karena itu ketika beliau keluar meninggalkan Makkah beliau berkata وَاللهِ إِنَّكِ لَخَيْرُ أَرْضِ اللهِ وَأَحَبُّ أَرْضِ اللهِ إِلَى اللهِ، وَلَوْلَا أَنِّيْ أُخْرِجْتُ مِنْكِ مَا خَرَجْتُ رواه الترميذي والنسائي عن عبد الله بن عدي بن حمراء رضي الله عنه Artinya ”Demi Allah, sungguh kamu Makkah adalah sebaik-baik bumi Allah, dan bumi Allah yang paling dicintai Allah, seandainya aku tidak dikeluarkan darimu Makkah maka tiadalah aku keluar -darimu.” HR. al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn Mâjah dll, dari Abdullâh bin Addî bin Hamrâ’ radliyallahu anhum. Ini menunjukkan betapa kecintaan beliau kepada Makkah dan penduduk Makkah, sebagaimana maqalah populer menyatakan hubbul wathan minal iman, cinta tanah air adalah ekspresi kesempurnaan iman. Dan satu hal yang penting dalam hijrah adalah bahwa hijrah itu adalah bermakna luas, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mulia bahwa وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللهُ عَنْهُ رواه البخاري Artinya ”Orang yang berhijrah itu adalah orang yang berhijrah, meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah” HR. al-Bukhârî. Hijrah di sini bermakna luas, meninggalkan adat atau tradisi fanatisme kesukuan, dan menegaskan hijrah itu meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah dan yang di dalamnya membahayakan manusia. Ma’âsyiral muslimîn hafidhakumullâh, Berdasarkan keterangan tersebut, dapat diambil kesimpulan berkaitan dengan memuliakan bulan Muharram dan memperingati tahun baru Hijrah. Bahwa dalam memuliakan dan memperingati tahun baru Hijriah harus memperhatikan hikmah atau pelajaran yang berharga dari peristiwa hijrahnya Nabi shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya, yang dapat disebutkan dalam tujuh poin penting berikut ini Hijrah itu adalah perpindahan dari keadaan yang kurang mendukung dakwah kepada keadaan yang mendukung. Hijrah itu adalah perjuangan untuk suatu tujuan yang mulia, karenanya memerlukan kesabaran dan pengorbanan. Hijrah itu adalah ibadah, karenanya motivasi atau niat adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan. Hijrah itu harus untuk persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan. Hijrah itu adalah jalan untuk mencapai kemenangan. Hijrah itu mendatangkan rezeki dan rahmat Allah. Hijrah itu adalah teladan Nabi dan para sahabat yang mulia, yang seyogianya kita ikuti. Kaum Muslimin yang dikasihi Allah, Demikianlah keistimewaan bulan Muharram dan poin-poin penting dari hikmah hijrah. Sebagai penutup khutbah ini, marilah kita renungkan firman Allah dalam surat al-Anfâl 8 ayat 74 وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا وَنَصَرُوْاۧ أُوْلَٓئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ Artinya Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan kepada orang muhajirin, mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki nikmat yang mulia. Demikian khutbah ini semoga bermanfaat. Semoga kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bangsa kita Indonesia, dapat berhijrah kepada kebaikan dan kemuliaan. Amin. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلُقْرءَانِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Khutbah II نَحْمَدُ اللهَ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ، وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئاَتِ أَعْمَالِنَا. أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِٰلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةْ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ النَّهْضَةْ . أَمَّا بَعْدُ. أَيُّهَا النَّاسُ! أُوْصِيْكُمْ بتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ فَقَالَ تَعَالَى مُخْبِرًا وَأٰمِرًا إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ وَبَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى أٰلِ سَيِّدِنَا إِبْراهَيْمَ فِي الْعٰلَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمْؤُمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحاَجاَتِ. اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الِإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ بِمَا فِيْهِ صَلاَحُ الِإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ. رَبَّنَا أتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّءْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا. رَبَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. رَبَّنَا أتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهْ! إِنَّ اللهَ يَعْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاۤءِ ذِي اْلقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ اْلفَخْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمٍ يَّزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْا مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ Ustadz Ahmad Ali MD, Pengurus Lembaga Dakwah PBNU Baca naskah khutbah lainnya ِAlhamdulillah kita memuji dan bersyukur kepada Allah yang telah memberi kita berbagai nikmat yang sangat banyak lagi tak terhitung banyaknya, selanjutnya shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, dan mereka yang mengikuti mereka dengan baik hingga suatu hari kiamat. Momentum khutbah Jumat adalah saat penting mengingatkan umat tentang pesan-pesan ketakwaan, yakni dengan tetap memperhatikan seluruh perintah untuk dilaksanakan dan semua larangan untuk dihindari. Materi khutbah Jumat yang diangkat kali ini lebih dari sekadar menyoroti tentang pentingnya mengindahkan berbagai perintah dan larangan itu sendiri, melainkan sikap Allah di balik perintah dan larangan tersebut, sekecil apa pun bentuknya. Para mustami penyimak khutbah diharapkan meresapi perintah dan larangan bukan soal besar atau kecilnya tapi dari siapa perintah dan larangan itu berasal. Dengan begitu, kita tak akan meremehkan apa pun atau siapa pun karena di balik semua itu hadir ridha, murka, dan anugerah Allah. Berikut contoh teks khutbah Jumat tentang "Allah Sembunyikan 3 Perkara dalam 3 Perkara". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini pada tampilan dekstop. Semoga bermanfaat! Redaksi Khutbah I الحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ فَيَاأيُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ Jamaah Jumat hafidhakumullah, Dalam kehidupan ini ada hal-hal yang tampak secara jelas sehingga setiap orang bisa menyikapinya dengan mudah. Demikian pula ada hal-hal yang tersembunyi sehingga tidak mudah menyikapinya. Jika Allah merahasiakan sesuatu, pasti Allah memiliki maksud tertentu tetapi dengan tujuan yang jelas. Menurut Ali Zainal Abidin bin Husein radhiallahu anhuma, Allah menyembunyikan tiga perkara dalam tiga perkara sebagaimana dikutip Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam kitab Al-Fushul al-Ilmiyyah wal Ushul al-Hikamiyyah sebagai berikut وَقَالَ زَيْنُ اْلعَابِدِيْن عَلِيُّ ابْنُ اْلحُسَيْنِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا إنَّ اللهَ خَبَّأَ ثَلَاثًا فِى ثَلَاثٍ خَبَّأَ رِضَاهُ فِيْ طَاعَتِهِ فَلَاتَحْقِرُوا مِنْ طَاعَتِهِ شَيْئاً فَلَعَلَّ رِضَاهُ فِيْهِ، وَخَبَّأَ سُخْطَهُ فِيْ مَعْصِيَتِهِ فَلَا تَحْقِرُوْا مِنْ مَعْصِيَتِهِ شَيْئًا فَلَعَلَّ سُخْطَهَ فِيْهِ، وَخَبّأَ وِلَايَتَه فِي خَلْقِه فَلَا تَحقِرُوْا مِن عِبَادِهِ اَحدًا فَلَعَلهُ وَلِيُّ اللهِ Artinya Ali Zainal Abidin radhiallahu anhuma berkata, “Allah SWT menyembunyikan tiga perkara dalam tiga perkara. Allah menyembunyikan ridha-Nya dalam amal ketaatan kepada-Nya, maka jangan remehkan sesuatu pun dari ketaatan kepada-Nya, mungkin di situlah letak ridha-Nya. Allah menyembunyikan murka-Nya dalam perbuatan maksiat, maka jangan meremehkan sesuatu dari maksiat kepada-Nya, mungkin di situlah letak murka-Nya. Allah menyembunyikan para wali-Nya di antara makhluk-Nya, maka jangan meremehkan siapa pun dari hamba-hamba-Nya, mungkan ia adalah wali-Nya.” lihat Al-Fushul al-Ilmiyyah wal Ushul al-Hikamiyyah, Dar Al-Hawi, Cet. II, 1998, hal. 153. Dari kutipan di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut Pertama, Allah menyembunyikan ridha-Nya dalam amal ketaatan kepada-Nya. Perintah-perintah Allah banyak sekali jumlahnya. Dari yang banyak itu mungkin banyak pula yang telah kita laksanakan. Tetapi kita tidak tahu dari amal-amal ketaatan itu manakah yang mendapatkan ridha dari Allah subhau wata’ala karena Allah memang tidak memperlihatkan ridha-Nya atas amal-amal itu kepada hamba-hamba-Nya. Hal tersebut dimaksudkan agar hamba-hamba Allah tidak mudah merasa puas, lalu menyia-nyiakan kesempatan melakukan amal-amal kebaikan lainnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan suatu amal kebaikan baik yang berat maupun yang ringan, baik yang populer di mata masyarakat maupun yang tidak populer setiap kali ada kesempatan untuk melakukannya. Jangan-jangan Allah justru memberikan ridha-Nya atas amal yang kebanyakan orang menganggapnya remeh temeh. Dalam kaitan ini ada kisah yang sangat penting untuk menjadi rujukan berupa sebuah kisah mimpi yang sangat menarik, yakni kisah tentang bagaimana Imam al-Ghazali bisa masuk surga karena kebaikan yang sepele. Kisah itu sebagai berikut رُؤيَ الغَزَالِيُّ فِى النَّوْمِ فَقِيْلَ لَهُ مَا فَعَلَ اللهُ بِكَ؟، فَقَالَ أَوْقَفَنِي بَيْنَ يَدَيْهِ، وَقَالَ لِي بِمَ قَدَّمْتَ عَلَيَّ؟، فَصَرْتُ أذْكُرُ أَعْمَالِيْ، فَقَالَ لِمَ أَقْبَلُهَا، وَإِنَّمَا قَبِلْتُ مِنْكَ ذَاتَ يَوْمٍ نَزَلَتْ ذُبَابَةٌ عَلَى مِدَادِ قَلَمِكَ لِتَشْرَبَ مِنْهُ وَأَنْتَ تَكْتُبُ فَتَرَكْتَ اْلكِتَابَةَ حَتَّى أَخَذَتْ حَظَّهَا رَحْمَةً بِهَا، ثُمَّ قَالَ تَعَالَى اَمْضُوْا بِعَبْدِيْ إِلَى اْلجَنَّةِ. Artinya Dalam mimpi itu Imam al-Ghazali ditanya seseorang, “Bagaimana perlakukan Allah terhadap engkau? Beliau menjawab, “Allah SWT membawaku ke hadapan-Nya, lalu Allah berfirman kepadaku, “Lantaran apa Aku membawamu ke sisi-Ku? Aku pun menyebutkan berbagai perbuatanku. Dia berfirman, “Kami tidak menerimanya, sesungguhnya yang Kami terima darimu adalah pada suatu hari ada seekor lalat hinggap pada wadah tintamu untuk meminumnya, padahal kamu sedang menulis, lalu kamu menghentikan tulisanmu hingga seekor lalat itu itu selesai meminumnya, kamu lakukan hal itu karena kasihan terhadap lalat tersebut. Kemudian Allah memerintahkan, “Bawalah hamba-Ku ini ke surga.” lihat Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Nashaihul Ibad [Surabaya Nurul Huda, tanpa tahun], hal. 3. Jadi kisah di atas menceritakan bahwa Hujjatul Islam Imam al-Ghazali masuk surga bukan karena kitab-kitab yang beliau tulis dalam jumlah sangat banyak, tetapi karena membiarkan seekor lalat masuk ke wadah tinta yang beliau gunakan untuk menulis kitab. Nyamuk itu bermaksud minum karena haus hingga ia puas dan terbang meninggalkan Imam al-Ghazali. Jamaah Jumat hafidhakumullah, Kedua, Allah menyembunyikan murka-Nya atas perbuatan maksiat yang dilakukan hamba-Nya dan bukannya langsung memberikan hukuman atau azab atas kemaksiatan itu. Setiap kemaksiatan menimbulkan murka Allah kepada pelakunya, namun Allah tidak memperlihatkan murka-Nya yang dapat dirasakan langsung oleh pelakunya. Oleh karena itu hendaknya kita tidak mengganggap enteng atas kemaksiatan yang telah kita lakukan betapa pun kecilnya sebab bisa jadi Allah telah sangat murka atas kemaksiatan itu. Hal ini maksudnya agar kita tidak meremehkannya. Apalagi kemaksiatan itu kemudian diikuti dengan kemaksiatan-kemaksiatan lain yang justru menambah murka Allah subhanhu wa ta’ala. Intinya adalah setiap kemaksiatan harus menjadi perhatian kita karena bisa jadi Allah sangat marah atas kemaksiatan itu. Oleh karena itu kita dianjurkan untuk banyak-banyak memohon ampun dengan memperbanyak istighfar agar Allah mengampuni dosa-dosa yang telah kita perbuat, diikuti dengan penyesalan dan bertobat. Jamaah Jumat hafidhakumullah, Ketiga, Allah menyembunyikan para wali-Nya di antara makhluk-Nya. Hal ini dimaksudkan agar kita tidak meremehkan siapa pun dari hamba-hamba-Nya karena mungkin ia adalah waliyullah. Dengan kata lain kita sesungguhnya tidak perlu mengorek-ngorek apakah seseorang adalah waliyullah atau bukan terutama jika upaya ini hanya akan membuat kita meremehkan orang itu setelah kita meyakini bahwa ia bukan seorang wali. Justru seharusnya ketika Allah sengaja merahasiakan para wali-Nya dari hamba-hamba-Nya, maka kita sebaiknya memiliki keyakinan bahwa setiap orang sebaiknya kita hormati sebab mereka memang pantas dihormati karena kemanusiaannya. Allah sendiri memuliakan mereka sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an sebagai berikut وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا Artinya “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rejeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang sempurna.” QS. Al-Isra’ 70 Selain itu, agar kita tidak gampang meremehkan orang lain dan justru terdorong untuk menghormatinya, kita perlu meyakini bahwa setiap orang memiliki kelebihan masing-masing. Cara ini lebih menjamin keselamatan kita dari meremehkan orang lain. Sebuah pepatah bahasa Arab menyatakan لَا تَحْتَقِرْ مَنْ دُوْنَكَ لِكُلِّ شَيْئٍ مَزِيَّةٌ. Artinya “Janganlah engkau meremehkan orang lain sebab segala sesuatu atau setiap orang memiliki kelebihannya sendiri yang kita mungkin tidak memilikinya. Pepatah tersebut sejalan dengan firman Allah subhanahu wata'ala di dalam Al-Qur’an sebagai berikut يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” QS. Al Hujurat 11 Jamaah Jumat hafidhakumullah, Sekali lagi, Allah sengaja merahasiakan tiga perkara dalam tiga perkara sebagaimana disebutkan di atas agar manusia bersikap hati-hati dan berbuat adil baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kesemua ini tidak lain adalah demi kebaikan kita masing-masing baik di dunia maupun akhirat. جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ Khutbah II اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama UNU Surakarta. Baca naskah Khutbah Jumat lainnya Khutbah Jumat Bertawassul dengan Sedekah agar Terhindar dari Wabah Khutbah Jumat Pentingnya Mengendalikan Amarah Khutbah Jumat Larangan Bicara Agama Tanpa Dasar IlmuKastolani· Jumat, 08 Juli 2022 - 05:11:00 WIB. Khutbah Jumat singkat tentang makna Qurban dan pengorbanan manusia yang penuh hikmah. (Foto: ist) JAKARTA, Khutbah Jumat singkat kali ini mengupas makna Qurban dan Pengorbanan Manusia. Sebagaimana diketahui, Bulan Dzulhijjah merupakan satu dari empat bulan yang dimuliakan Allah SWT.
JAKARTA, - Teks khutbah Jumat menyentuh hati mengenai kisah gagalnya ulama naik haji bisa menjadi referensi khatib dalam pelaksanaan shalat merupakan salah satu syarat sah dalam sholat Jumat yang dilakukan dua kali dipisah dengan duduk sebentar. Bagi jamaah, wajib untuk mendengarkan khutbah agar pahala ibadah shalat Jumat tidak sia-sia. Baca Juga Rasulullah SAW bersabdaإذا قلت لصاحبك يوم الجمعة أنصت والإمام يخطب فقد لغوت Baca Juga Artinya “Jika engkau berkata kepada temanmu pada hari jum’at, diam dan perhatikanlah’, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka engkau telah berbuat sia-sia.” HR. Al-Bukhari [934].Sebagaimana diketahui, ibadah haji wajib bagi umat Islam yang telah memenuhi syarat. Ibadah haji diwajibkan hanya sekali seumur hidup. Dilansir dari laman Kemenag, berikut teks khutbah Jumat menyentuh hati tentang kisah ulama yang gagal naik Iالحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ فِي الْمَالِ حَقًّا لِلْفُقِيْرِ وَالمِسْكِيْنِ وَسَائِرِ اْلمُحْتَاجِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُMa’asyirol muslimin rahimakumullahSegala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kita kepada takwa. Dan kita diperintahkan untuk bertakwa kepada-Nya sebagaimana disebutkan dalam ayatيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَArtinya “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” QS. Ali Imran 102Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, sayyid para nabi, nabi akhir zaman, rasul yang syariatnya telah sempurna, rasul yang mengajarkan perihal ibadah dengan sempurna. Ma’asyirol muslimin rahimakumullahDalam kitab An-Nawadir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi dikisahkan, suatu hari seorang ulama zuhud Abdullah bin Mubarak berangkat menuju Makkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni haji. Namun, ketika ia sampai di kota Kufah, perjalanannya terhenti beberapa saat hingga dirinya batal menunaikan ibadah haji. Editor Kastolani Marzuki Halaman 1 2 3 4 Follow Berita iNewsMaluku di Google News
Kisahdi Gua Hira yang menjadi momen turunnya Al-Qur'an pada 17 Ramadhan ini menjadi titik penting peradaban Islam. Menziarahi tempat di mana ayat Al-Qur'an pertama kali diturunkan sedikit banyak dapat meningkatkan pemahaman kita bagaimana perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan Islam.
Dua kisah ini patut dipelajari agar kita punya prinsip berakidah yang benar, bagaimanakah bersikap loyal dan tidak loyal pada muslim dan non-muslim. Khutbah Pertama الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ أَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ سَارَ عَلَى نَهْجِهِ القَوِيْمِ وَدَعَا إِلَى الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ Amma ba’du … Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya. Prinsip bertakwa yang penting adalah menjalankan Islam dengan benar. Islam itu sebagaimana kata para ulama, “Berserah diri kepada Allah dengan tauhid, patuh dengan melakukan ketaatan, serta berlepas diri dari syirik dan pelaku kesyirikan.” Pada hari Jumat yang penuh berkah ini, kita diperintahkan bershalawat kepada Nabi akhir zaman, Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, kepada keluarga, para sahabat, serta pengikut setia beliau hingga akhir zaman. Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Dalam Khutbah Jumat di Masjid Suciati Saliman kali ini, kami akan menceritakan dua kisah. Dua kisah ini akan mengajarkan pada kita bagaimanakah kita diajarkan loyal dan cinta kepada sesama muslim dan bagaimanakah bersikap kepada non-muslim. Kisah pertama … Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia menceritakan, “Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan lapar, lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam mengirim utusan ke para istri beliau shallallahu alaihi wa sallam. Para istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali air”. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshar berseru, “Saya.” Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, dan ia berkata, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali jatah makanan untuk anak-anak.” Orang Anshar itu berkata, “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan-akan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seolah-olah mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau shallallahu alaihi wa sallam lantas bersabda, ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ “Malam ini Allah tertawa atau takjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah menurunkan ayat yang artinya, “Dan mereka mengutamakan orang-orang Muhajirin atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” QS. Al-Hasyr 9. HR Bukhari, no. 3798. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan nama orang Anshar yang melayani tamu tersebut adalah Abu Thalhah radhiyallahu anhu. Istri Abu Thalhah adalah Ummu Sulaim radhiyallahu anha Rumaysho atau Rumaisha. Kisah kedua … Sa’ad bin Malik radhiyallahu anhu membicarakan tentang ayat berikut ini, وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖوَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” QS. Luqman 15 Sa’ad bin Malik radhiyallahu anhu menyatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan masalahnya. Ia katakan bahwa ia adalah anak yang sangat berbakti pada ibunya. Ketika ia masuk Islam, ibunya berkata, “Wahai Sa’ad apa lagi ajaran baru yang kamu anut?” Ibunya melanjutkan, “Engkau mau tinggalkan agama baru yang kamu anut ataukah ibumu ini tidak makan dan tidak minum sampai meninggal dunia?” Maka ibu Sa’ad terus mencelanya karena keislamannya. Ada yang menegur Sa’ad, “Apa kamu tega mau membunuh ibumu?” Lantas Sa’ad berkata, “Ibuku jangalah lakukan seperti itu. Aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku ini sama sekali.” Ibu Sa’ad terus berdiam sehari semalam, tanpa makan. Datang keesokan paginya, ibunya terus memaksa Sa’ad. Datang hari berikutnya pun tetap sama, ibunya terus memaksa. Ketika itu Sa’ad melihat keadaan ibunya lantas ia berkata, “Wahai ibu, andai engkau memiliki seratus nyawa, lalu nyawa tersebut keluar satu per satu, tetap aku tidak akan meninggalkan agamaku sedikit pun juga. Jika mau, silakan makan. Jika mau, silakan tidak makan.” Akhirnya ibunya pun makan. HR. Thabrani dalam Kitab Al-Isyrah. Syaikh Musthafa Al-Adawi dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, 1161 mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Apa pelajaran dari dua kisah tersebut? Kisah pertama mengajarkan bagaimanakah kita mestinya mencintai sesama muslim, walau sampai mesti mengorbankan yang kita miliki padahal kita butuh inilah yang disebut itsar. Ada hadits yang bisa jadi pelajaran pula, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman dengan iman sempurna sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45. Jika prinsip dalam hadits ini mau dijalankan berarti Kita berusaha tidak hasad pada orang lain, tidak benci pada nikmat yang ada pada orang lain. Kita senang ketika saudara kita mendapatkan nikmat dan kebahagiaan. Kita turut sedih ketika ia mendapatkan musibah, bukan malah senang ketika ia dapati derita. Kisah kedua mengajarkan kita tidak loyal pada non-muslim, tidak mendukung agamanya. Sikap ini berlaku meskipun non-muslim tersebut adalah kerabat dekat kita, bahkan sampai orang tua kita. Ketika mereka mengajak ikut agamanya, kita tidak ikuti. Ketika mereka mengajak dukung agamanya, kita tidak turut dukung. Dari Aisyah radhiyallahu anha, ia berkata, أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – لَمْ يَكُنْ يَتْرُكُ فِى بَيْتِهِ شَيْئًا فِيهِ تَصَالِيبُ إِلاَّ نَقَضَهُ “Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah meninggalkan salib di rumahnya melainkan beliau menghapusnya.” HR. Bukhari no. 5952. Kenapa diperintahkan untuk menghapus salib? Karena salib adalah simbol agama mereka. Coba kita lihat bagaimana kisah Adi bin Hatim ketika disuruh melepas salib yang ia kenakan karena ia baru saja masuk Islam. Adi bin Hatim pernah berkata bahwa beliau pernah mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan di lehernya terdapat salib dari emas. Lantas Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, يَا عَدِىُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ “Wahai Adi buanglah berhala yang ada di lehermu.” HR. Tirmidzi no. 3095, hasan menurut Syaikh Al Albani Ingatlah Islam punya prinsip, لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” QS. Al-Kafirun 6. Artinya kita biarkan mereka beragama tanpa kita ganggu dan tanpa kita dukung. Termasuk pula tak perlu meniru-niru apa yang mereka rayakan seperti pada perayaan Natal dan Tahun Baru, karena kedua moment bukanlah dari Islam. Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” HR. Ahmad, 250 dan Abu Daud, no. 4031. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan. Demikian khutbah pertama ini. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah untuk berakidah yang benar. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ Khutbah Kedua أَحْمَدُ رَبِّي وَأَشْكُرُهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ اَمَّا بَعْدُ فَيَااَ يُّهَاالنَّاسُ !! اِتَّقُوااللهَ تَعَالىَ. وَذَرُوالْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَوَمَابَطَنْ. وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ. وَاعْلَمُوْااَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ. فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاًعَلِيْمًا اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْاصَلُّوْاعَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ ومَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ — Oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Khutbah Jumat Masjid Suciati Saliman Sleman, DIY Jumat Kliwon, 13 Rabi’ul Akhir 1440 H 21 Desember 2018 Artikel
KisahKisah Penuh Hikmah kali ini akan menceritakan tentang Penyelam Mutiara. Kisah ini diambilkan dari buku Kisah-Kisah Penuh Hikmah terbitan Vision3 halaman 36 sampai dengan 38. Buku kecil ini berisi tentang kisah-kisah yang mengharukan. KHUTBAH JUM AT "DETIK-DETIK WAFATNYA SITI KHADIJAH, ISTRI TERCINTA RASULULLAH"
4 Hikmah dalam Kisah Bilal bin Rabah radhiyallahi anhu1. Tegar menghadapi Ujian di Jalan Allah subhanahu wata’ala2. Selalu taat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam3. Selalu sabar dan istiqamah dalam melazimi amal saleh4. Tetap tegar dalam iman dan amal saleh meski kehilangan orang yang dicintai-Nya Materi Khutbah Jumat Hikmah Berharga dalam Kisah Bilal bin Rabah Oleh Sodiq Fajar * Link download PDF materi khutbah Jumat ini ada di akhir tulisan إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ. أَمَّا بَعْدُ Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Segala puji bagi Allah subhanahu wata’ala, Rabb Semesta Alam. Atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya. Terutama, nikmat iman dan Islam yang tertancap kuat dalam diri kita hingga detik ini. Allah subhanahu wata’ala telah mengaruniai kita dengan hati untuk mengimani. Allah subhanahu wata’ala mengaruniai kita dengan akal untuk berpikir, merenungi setiap ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah. Sehingga terserap berbagai hikmah dan pelajaran. Sehingga, tumbuhlah buah keimanan kita kepada Allah subhanahu wata’ala, Rabb Pencipta Alam Semesta. Shalawat serta salam tak henti-henti kita haturkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, keluarganya, serta kepada seluruh generasi terbaik yang telah memperjuangkan kejayaan Islam di muka bumi ini. Kami wasiatkan kepada diri kami dan saudara-saudaraku sekalian untuk senantiasa meningkatkan kualitas iman dan takwa kepada Allah subhanahu wata’ala. Dengan melaksanakan setiap amaran serta menjauhi larangan yang telah termaktub dalam syariat Islam ini. Allah subhanahu wata’ala berfirman, شَرَعَ لَكُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا وَصّٰى بِهٖ نُوْحًا وَّالَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهٖٓ اِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسٰٓى اَنْ اَقِيْمُوا الدِّيْنَ وَلَا تَتَفَرَّقُوْا فِيْهِۗ “Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu Muhammad dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama keimanan dan ketakwaan dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya.” QS. Ay-Syura 13 Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Pernahkah Anda mendengar kisah seorang pahlawan dari kalangan budak yang berhasil membunuh mantan majikannya? Dialah Bilal. Bilal bin Rabah. Seorang budak yang kulit tubuhnya hitam. Tapi memiliki gelar yang tak mungkin mampu kita raih. Yaitu gelar radhiyallahu anhu. Dia adalah seorang sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu adalah seorang budak. Majikannya bernama Umayah bin Khalaf. Siapa Umayah bin Khalaf? Dia adalah salah satu tokoh kafir Quraisy. Cintanya kepada berhala luar biasa. Bencinya kepada Islam luar biasa. Kebenciannya terhadap Islam menggiring dirinya untuk menyiksa Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu, karena Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu telah menyatakan diri untuk masuk Islam. Namun, Allah subhanahu wata’ala Maha Penolong. Seluruh rasa sakit karena penyiksaan itu terbayarkan ketika perang Badar berkecamuk. Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu berhasil membunuh mantan majikannya dalam peperangan heroik itu. 4 Hikmah dalam Kisah Bilal bin Rabah radhiyallahi anhu Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Ada banyak hikmah dan pelajaran luar biasa di setiap episode kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu. Pada kesempatan khutbah Jumat kali ini, mari kita selami beberapa kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu tersebut. 1. Tegar menghadapi Ujian di Jalan Allah subhanahu wata’ala Tentu kita semua masih ingat dengan kisah Bilal bin Rabah radhiyalahu anhu ketika ia masuk Islam. Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata, dalam sebuah riwayat al-Hakim 3/284 dan Abu Na’im dalam kitab Al-Hilyah 1/149, Orang yang pertama kali menyatakan keislamannya ada tujuh, yaitu Rasulullah, abu bakar, Amar, ibunya Ammar yaitu Sumayah, Bilal, dan Miqdad. Allah memberi perlindungan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melalui perantara pamannya. Allah melindungi abu bakar melalui perantara kaumnya. Sedangkan untuk sisanya mereka semua tidak memiliki perlindungan karena mereka dari kalangan orang-orang yang lemah sehingga orang-orang kafir berbuat semena-mena terhadap mereka. Termasuk Bilal bin Rabah. Orang-orang kafir ini tidak menyiksa Bilal bin Rabah seperti mereka menyiksa yang lainnya, tetapi mereka menyiksanya dengan cara diikat leher dan tangannya, lalu diarak keliling di sekitar Kakbah kemudian ia diserahkan kepada anak-anak untuk dijadikan mainan. Meski demikian, di saat penyiksaan sedang berlangsung, Bilal tak henti-hentinya berkata, “Ahad, Ahad.” Siapa yang menyiksa Bilal dengan cara yang sangat keji seperti ini? Dia adalah sosok kafir Quraisy, Umayah bin Khalaf. Alhamdulillah. Bilal bin Rabah adalah sosok sahabat yang sangat teguh pendirian. Meskipun ini berasal dari kalangan budak yang derajat sosialnya dianggap hina oleh manusia saat itu, tapi Allah muliakan ia dengan iman. Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Dalam kondisi siksaan yang begitu berat, Allah tolong sahabat Bilal melalui perantara Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu yang membebaskan beliau dari perbudakan. Seperti inilah jalan iman. Seperti inilah jalan juang mempertahankan iman. Iman itu tidak selalu identik dengan hal-hal yang menyenangkan dan kenyamanan. Justru dengan ikrar iman inilah, kita menyatakan diri siap untuk menjadi hamba Allah yang taat dalam kondisi aman maupun dalam kondisi sulit. 2. Selalu taat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Mari kita simak kisah Bilal bin Rabah yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabarani dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir 1/341 berikut ini. Suatu ketika sahabat Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu berniat untuk menyiapkan jamuan bila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam datang. Benar saja. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun datang. Sahabat Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu telah menyiapkan kurma. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya, مَا هَذَا يَا بِلَالُ “Apa ini, Bilal?” Ia menjawab, “Ini kurma yang telah aku siapkan, wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pun bersabda, وَيْحَكَ يَا بِلَالُ، أَوَمَا تَخَافُ أَنْ يَكُونَ لَهُ بُخَارٌ فِي النَّارِ؟ أَنْفِقْ يَا بِلَالُ، وَلَا تَخْشَ مِنْ ذِي الْعَرْشِ إِقْلَالًا “Celakalah kamu, wahai Bilal. Apa engkau tidak takut jika harta ini nanti menjadi asap neraka? Sedekahkanlah ini, wahai Bilal! Jangan takut engkau dengan kemiskinan di hadapan Allah Pemilik Arsy ini.” Mari perhatikan. Apa yang salah dengan Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu ketika ia berniat baik untuk menjamu kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam? Tentu tidak ada yang salah. Dan itu sah-sah saja. Artikel Pendidikan Membangun Karakter Anak dengan Metode Berkisah Namun, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lebih menginginkan Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu untuk menyedekahkan hartanya. Sahabat Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu pun taat terhadap perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tersebut. Dan ketaatan terhadap perintah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah bentuk ketaatan terhadap syariat Islam. Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Inilah wujud kualitas ketaatan sahabat Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya yang wajib untuk kita teladani. Seperti apa pun bentuk perintah Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya, tak ada kata tapi untuk menaatinya. Sebagai buah dari ketaatan Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu tersebut, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam datang di lain hari dengan kabar yang tak akan pernah terjadi pada diri kita sampai kapan pun. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, اشْتَاقَتِ الْجَنَّةُ إِلَى ثَلَاثَةٍ عَلِيٍّ وَعَمَّارٍ وَبِلَالٍ “Surga telah merindukan tiga orang; yaitu Ali, Ammar, dan Bilal.” HR. Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyiq, 10/451 3. Selalu sabar dan istiqamah dalam melazimi amal saleh Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu tak pernah lepas dari karakter sosok sahabat yang sabar dan istiqamah. Satu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terheran-heran dengan sosok sahabat Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu. Di waktu Subuh, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam langsung menghampiri Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu dan bertanya, يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلَامِ، فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الجَنَّةِ “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal utama apa yang telah kamu kerjakan dalam Islam, sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga.” Artikel Fikih Hukum Mandi Jumat itu Sebenarnya Sunnah atau Wajib, sih? Bilal pun menjawab, أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا، فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ، إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ “Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci berwudhu pada suatu kesempatan malam atau pun siang melainkan aku selalu shalat dengan wudhu tersebut disamping shalat wajib.” HR. Al-Bukhari no. 1149 Masyaallah. Inilah keutamaan yang didapat oleh sahabat Bilal bin Rabah. Semangatnya dalam beramal saleh, membuat dirinya untuk selalu menjaga diri dalam keadaan suci. 4. Tetap tegar dalam iman dan amal saleh meski kehilangan orang yang dicintai-Nya Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Tidak ada seorang pun sahabat yang merasa tidak kehilangan dengan wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Semuanya merasa sangat kehilangan. Semuanya sangat bersedih. Apalagi Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu . Ia adalah orang yang pertama kali mengumandangkan Azan di atas atap Kakbah. Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu adalah muazin pertama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Rasa cinta Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menggunung tinggi. Ia sangat kehilangan dengan wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Begitu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kembali ke pangkuan Rabbnya, saat itu waktu shalat telah tiba, maka berdirilah Bilal untuk mengumandangkan azan. Saat itu Nabi sudah dikafani namun belum dimakamkan. Saat ia hendak mengucapkan Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah, ia serasa tercekik, dan suaranya tidak keluar dari kerongkongan. Maka sontak, semua kaum muslimin yang ada pada saat itu menangis, dan mereka semua tenggelam dalam kesedihan. Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu menangis. Ia teringat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Kemudian setelah tiga hari sejak hari itu, Bilal Kembali mengumandangkan azan. Setiap kali ia sampai pada kalimat Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah, ia menangis. Artikel Adab 9 Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di Hari Jumat Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu teringat lagi dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu sangat rindu bertemu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dan menangislah semua orang yang mendengar kumandang azan Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu saat itu. Inilah azan terakhir Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu di hadapan para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Akhirnya Bilal meminta kepada Khalifah Abu Bakar untuk mengizinkannya agar tidak mengumandangkan azan lagi. Ia ingin berpindah ke negeri Syam untuk beribadah dan berjihad di sana. Abu Bakar menjadi ragu dalam memberikan izin kepada Bilal. Maka Bilal pun berkata kepada khalifah, “Jika engkau telah membeliku untuk kepentingan dirimu, maka tahanlah aku. Jika engkau telah memerdekakan aku, maka biarkanlah aku sesuai kehendak Allah Yang telah membuatmu memerdekakan aku.” Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku tidak berniat membelimu, kecuali karena Allah! Aku tidak memerdekakanmu kecuali di jalan-Nya.” Kemudian Bilal berkata, “Aku tidak akan mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah wafat.” Abu Bakar berkata, “Engkau berhak untuk itu.” Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Sedemikian besar rasa cinta Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu kepada kekasihnya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, hingga membuat Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu tak kuasa menahan tangis ketika mengumandangkan azan. Meski demikian, sahabat Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu berusaha teguh dan tegar untuk terus beramal saleh di balik kerinduannya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Akhirnya ia pergi ke Syam. Ia menghabiskan umurnya di sana dengan berbagai amal saleh dan jihad melawan musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala. Semoga Allah subhanahu wata’ala merahmati Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu, seluruh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan seluruh kaum muslimin di alam ini. Saudaraku, jamaah shalat Jumat rahimakumullah, Demikian materi khutbah Jumat tentang hikmah dalam beberapa kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu anhu. Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu menjaga kita untuk senantiasa istiqamah meniti jalan lurus yang telah diperjuangkan oleh para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan generasi-generasi terbaik setelahnya. Amin. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. KHUTBAH KEDUA إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا صِغَارًا رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ، وَأَقِمِ الصَّلَاة Download PDF Materi Khutbah Jumat Hikmah Berharga dalam Kisah Bilal bin Rabah di sini DOWNLOAD PDF Semoga bermanfaat!
JUM'AT SINGKAT PADAT PENUH HIKMAH || TOPIK : DIALOG MALAIKAT IZROIL ||#khutbahjumat #harijumat #s
Allah menetapkan khutbah dalam shalat Jumat untuk mengingatkan umat Islam perihal urusan dunia dan akhiratnya. Karena itu, khatib seharusnya tidak hanya menyinggung perihal surga dan neraka saja, namun juga setiap hal yang berfaedah, sekalipun bersifat duniawi. Shalat Jumat merupakan salah satu ibadah wajib yang dilaksanakan setiap pekan sekali. Semua umat Islam yang sudah baligh, berakal, pintar, berdomisili tetap, diwajibkan untuk menunaikan ibadah tersebut. Selain untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dan memanen pahala dari-Nya di hari yang mulia, ibadah satu ini juga menjadi momentum pertemuan di antara umat Islam. Mereka yang sebelumnya sibuk dengan pekerjaan, dan kesibukan lainnya, akan berhenti sejenak untuk melaksanakan shalat Jumat dengan cara berjamaah. Shalat Jumat sendiri memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi, di antaranya 1 dilakukan di waktu Dzuhur; 2 dilakukan di pemukiman; 3 berjamaah; 4 terdiri dari 40 jamaah; 5 dua khutbah Jumat; dan beberapa syarat lainnya. Dalam kesempatan ini, penulis akan menjelaskan hikmah di balik adanya syarat khutbah dalam shalat Jumat. Sebab, shalat-shalat wajib yang tidak bisa sah tanpa adanya khutbah hanyalah shalat Jumat, bukan yang lainnya. Secara etimologis, khutbah adalah ungkapan-ungkapan yang disampaikan oleh seorang pembicara khatib kepada orang-orang dengan bahasa yang lugas. Sedangkan khutbah secara terminologis adalah sebuah pidato berisikan nasehat yang disampaikan seorang pembicara kepada banyak pendengar dengan bahasa yang fasih dan lugas. Mausu’ah Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, [Mesir, Dârus Shafwah 1427], juz XIX, halaman 176. Sebagaimana yang telah dijelaskan, shalat Jumat tidak sah jika tanpa khutbah. Karena itu, sudah seharusnya bagi semua umat Islam untuk memperhatikannya, mulai dari rukun, dan syarat-syaratnya. Sebab, jika khutbah tidak sah, maka shalat juga tidak sah. Namun demikian, khutbah tidak hanya berlaku sebagai syarat sah shalat Jumat. Lebih dari itu terdapat hikmah yang sangat istimewa di dalamnya. Bahkan, Allah tidak menjadikan khutbah sebagai syarat sahnya shalat kecuali di waktu shalat Jumat. Salah satu ulama Al-Azhar Mesir, Syekh Ali Ahmad al-Jurjawi dalam kitabnya mengatakan bahwa sifat manusia pada umumnya adalah condong pada kejelekan, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعاً 19 إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعاً 20 وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعاً 21 Artinya, “Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila mendapat kebaikan harta dia jadi kikir.” QS Al-Ma’arij19-21. Karena itu, Allah menetapkan adanya khutbah dalam shalat Jumat untuk mengingatkan umat Islam kembali perihal urusan dunia dan akhiratnya. Mereka berkumpul di satu tempat untuk sama-sama mendengarkan nasehat yang disampaikan oleh khatib, sehingga perbuatannya bisa manjadi baik dan kuat akidahnya. Karena itu, khatib seharusnya tidak hanya menyinggung perihal surga dan neraka saja, namun juga setiap hal-hal yang berfaedah, sekalipun berupa dunia لَقَدْ كَانَ السَّلَفُ الصَّالِحِ لَا يَقْتَصِرُوْنَ عَلَى التَّبْشِيْرِ بِالْجَنَّةِ وَالتَّحْذِيْرِ مِنَ النَّارِ وَكُلِّ مَا هُوَ مُتَعَلِّقٌ بِأَمْرِ الْأَخِرَةِ، بَلْ كَانُوْا يَشْرَحُوْنَ لِلْمُصَلِّيْنَ كُلَّ مَا فِيْهِ فَائِدَةٌ دُنْيَوِيَةٌ أَوْ أُخْرَوِيَةٌ تَعُوْدُ عَلَيْهِمْ Artinya, “Para ulama salafus shalih tidak hanya menyampaikan nasehat kebahagiaan perihal nikmat surga, atau nasehat menakutkan perihal neraka, dan hal lain yang berhubungan dengan neraka saja, tetapi juga menjelaskan kepada orang-orang yang shalat jamaah perihal setiap sesuatu yang di dalamnya terdapat faedah, bagi dunia dan akhirat mereka.” كَانَ الْخَطِيْبُ فِي صَدْرِ الْاِسْلَامِ يَقِفُ عَلَى الْمِنْبَرِ وَيَشْرَحُ الدَّاءَ الَّذِيْ أُصِيْبَتْ بِهِ جمَاعَةُ الْمُسْلِمِيْنَ وَيَصِفُ الدَّوَاءَ بِصُوْرَةٍ مُؤَثِّرَةٍ. فَاِذَا كَانَ الْجِهَادُ شُرِحَ لَهُمْ ثَوَابَ الْكِرَامِ الْمُحْسِنِيْنَ، وَاِذَا كَانَتْ هُنَاكَ فِتَنٌ وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ شُرِحَ لَهُمْ مَا يُوْطِدُ دَعَائِمَ الْأَمْنِ فِي الْبِلَادِ وَهَدَاهُمْ اِلَى الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ وَاِلَى صَلَاحِ أَمْرَيْ الدُّنْيَا وَالْأَخِرَةِ Artinya, “Khatib di awal Islam berdiri di atas mimbar dan menjelaskan kepada jamaah perihal penyakit yang menimpa mereka, kemudian menjelaskan obatnya dengan cara yang sangat menggugah. Jika sedang terjadi jihad, maka dijelaskan kepada mereka tentang balasan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan. Jika terjadi fitnah perseteruan, maka dijelaskan kepada mereka pilar-pilar keamanan negara, dan mengajak mereka pada jalan yang lurus dan pada kebaikan dunia dan akhirat.” Syekh al-Jurjawi, Hikmatut Tasyrî’ wa Falsafatuh, [Maktabah at-Taufiq, Darul Fikr 1997], juz I, halaman 90-91. Demikian adanya hikmah khutbah dalam shalat Jumat. Seolah, Allah hendak memberikan peringatan kepada umat Islam dalam setiap pekan satu kali melalui khutbah yang disampaikan dalam shalat Jumat. Hal itu untuk manjadi nasehat agar umat Islam masih sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, baik dalam berbuat, berkata, dan yang lainnya. Wallahu A’lam bisshawab. Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.
2g8la.